JAKARTA (MP)- Stunting masih jadi salah satu masalah kesehatan yang melanda Indonesia. Sebagai salah satu upaya untuk mengatasi stunting, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy berencana untuk membuat program sarapan bersama bagi anak dan ibu hamil.
Program ini, kata dia, bisa jadi salah satu upaya kecil namun efektif dalam mengatasi angka stunting di masa depan. “Salah satu langkah yang mau kita lakukan adalah untuk bikin program sarapan bersama. Sarapan bersama untuk anak balita kita dan ibu-ibu yang sedang hamil, plus anak-anak yang sedang sekolah,” tuturnya di Double Tree Hilton, Cikini, Jakarta Pusat pada Jumat (20/12).
Program ini katanya bisa mulai dilakukan setidaknya seminggu dua kali di seluruh penjuru Indonesia. “Kalau misalnya seminggu dua kali aja. Nggak usah nasi dulu. Rebus telur aja bagi-bagi setiap sekolah, siswa sebelum masuk,” tambahnya.
Ide ini datang dari pengalaman Presiden RI Joko Widodo. Kata Muhadjir, Jokowi menceritakan dirinya sering menerima sarapan gratis di tempatnya besar.
Bapak
presiden kemarin menyampaikan saya dulu waktu masih kecil ada pembagian susu,
ada bubur kacang hijau, ada telur. Walau separuh-separuh gitu, ini loh kita
hidupkan kembali,” ujarnya.
Ia mengatakan pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kementerian
Kesehatan, Kementerian Sosial dan Kementerian Desa. Anggaran untuk program ini
bisa diambil dari anggaran dana desa. Namun kunci dari pelaksanaan program ini
ada di Pemerintah Daerah.
Dijelaskan oleh Muhadjir, sesungguhnya persoalan stunting
harus diselesaikan dari akarnya. Dan akar dari permasalahan ini bisa ditelusuri
dari calon ibu, bahkan saat mereka masih remaja.
“Karena ternyata salah satu sumber dari stunting adalah
salah dietnya remaja putri kita. Akibatnya kurang darah, dokter lebih tahu lah. Tapi itu ternyata
salah diet termasuk sumber stunting,” tuturnya.
Stunting Masih Jadi
Masalah, Perlu Pengawasan dan Sosialisasi
Selain itu kurangnya informasi terkait permasalahan stunting
juga jadi salah satu kendala. Hal ini mengacu pada pengalamannya mendatangi
salah satu posyandu di lokasi ibu kota baru di Kalimantan Timur.
“Katanya nggak ada (kasus stunting). Tapi kalau saya
tanya ada nggak anak yang beratnya di bawah normal. Jawabnya ada pak dari 46
calon balita ada 19. Ya itu namanya stunting. Jadi sebetulnya ada di lapangan,
cuma mereka tidak paham itu stunting,” tambahnya.
Ditemui pada kesempatan yang sama, Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas) Suharso Monoarfa mengatakan pihaknya akan memastikan program
pemangkasan angka stunting tepat sasaran.
“Misalnya dalam hal ini penurunan angka stunting. Nah
penurunan angka stunting itu kan pertama siapa saja yang diintervensi. Siapa
saja yang harus dipengaruhi, sehingga angka stuntingnya turun,” tuturnya.
Dikatakan
Deputi Bidang Pembangunan Manusia Masyarakat dan Kebudayan PPN/Bappenas
Subandi, hal yang perlu dicatat dalam mengatasi permasalahan stunting ada pada
pengawasan.
“Kalau tablet [vitamin] gizi diberikan ke ibu hamil
misalnya. Itu bukan dibeli oleh puskesmas lalu disediakan gitu aja. Tapi harus
diminum,” tuturnya.
Mengenai anggaran terhadap penanganan stunting sendiri
sebenarnya sudah disediakan sebesar 5 persen dari anggaran kesehatan dalam
APBN. Namun dana ini digunakan untuk mengatur intervensi pemerintah demi pencegahan
dan penanggulangan stunting. Sedangkan perkara pendukung seperti memastikan
adanya sumber air bersih, sanitasi yang bersih sampai kebutuhan pangan
dianggarkan di luar dana tersebut.
Dana total yang dianggarkan pemerintah sebanyak Rp30 triliun
di tahun ini untuk perkara stunting. Dan angka ini, dikatakan Subandi bisa jadi
meningkat di tahun 2020 karena jumlah kabupaten yang juga meningkat.
Stunting masih menjadi momok kesehatan di Indonesia. Untuk
itu, Menteri Kesehatan Terawan ditugaskan Jokowi untuk menekan angka stunting
di bawah 20 persen. Namun sampai akhir tahun 2024, Presiden Joko Widodo
(Jokowi) ingin kondisi stunting mencapai angka 14 persen dari total angka
kelahiran anak di tahun itu.
Target penurunan stunting yang ditetapkan Jokowi ini ini jauh
lebih tinggi dari ‘ramalan’ Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas di angka 19 persen.
“Target kami lima tahun ke depan berada di angka 19
persen, tapi saya masih mau ‘ngotot’ di 14 persen, bukan 19 persen,” ucap
Jokowi di forum diskusi bertajuk 100 CEO Forum Kompas di kawasan Kuningan,
Jakarta, Kamis (28/11).
Menurut catatan Jokowi, Indonesia setidaknya berhasil
menurunkan angka stunting dalam lima tahun kepemimpinan Kabinet Kerja. Ia
mencatat prevalensi stunting berada di angka 37,2 persen pada 2013 lalu menurun
ke 27,67 persen pada 2019, meski kondisi di masing-masing tahun sempat naik
turun. (metropost/cnnindonesia)