METROPOST.ID- Untuk mengenang 22 tahun tragedi Simpang KKA, Forum Komunikasi Korban dan Keluarga Korban Tragedi Simpang KKA ( FK3T-SP.KKA ) bersama Komunitas Korban Pelnggaran HAM Aceh Utara ( K2HAU ) dan Forum Aneuk Syuhada Daerah I ( FAS ) mengajak publik untuk kembali mengingat bahwa hari ini, 3 Mei 2021 peristiwa Pelanggaran HAM berat Simpang KKA, Aceh Utara sudah memasuki dua dekade.
Mengenang peristiwa ini bukan hanya mengingat sejarah kelam, akan tetapi juga menggambarkan sikap Pemerintah yang terus ingkar untuk memenuhi keadilan bagi para korban dan keluarganya.
Kondisi ini meninggalkan luka traumatis yang mendalam pada diri korban dan semakin mempertebal rasa ketidak peracayaan korban terhadap Pemerintah.
Perlu diingatkan kembali bahwa peristiwa simpang KKA bermula dari kekerasan aparat TNI pada hari Senin, 3 Mei 1999 yang terjadi di Simpang KKA, Aceh Utara, tepatnya pukul 12.30 WIB di sebuah persimpangan jalan menuju ke pabrik PT.Kertas Kraf Aceh ( PT.KKA) desa Paloh Lada, Kecamatan Dewantara, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh, yang menjadi saksi saat pasukan militer menembaki warga yang sedang berunjuk rasa memprotes insiden beberapa hari sebelumnya. Peristiwa ini mengakibatkan 21 orang meninggal dunia dan puluhan orang lainnya mengalami luka-luka.
Pada 26 Juni 2016 lalu, Komnas HAM telah selesai melakukan penyelidikan projustisia dan dinyatakan adanya dugaan Pelanggaran HAM berat, namun sayangnya, sampai sekarang bahkan detik ini belum ada pelaku yang ditangkap dan diadili atas peristiwa ini.
Mereka nmendengar bahwa antara Kejaksaan Agung dan Komnas HAM masih terjadi, hingga 28 Desember 2018 lalu, Komnas HAM menyerahkan kembali 9 berkas penyelidikan setelah sebelumnya dikembalikan. Kejaksaan Agung kerap kali menggunakan alasan-alasan formalis-normtik dan tanpa suatu kebaruan petunjuk. Tarik ulur berkas penyelidikan antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung merupakan sebuah ego sektoral yang disayangka , mengingat dua lembaga ini diberikan tugas dalam penuntasan kasus Pelanggaran HAM berat sesuai dengan UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Disisi lain, kehadiran Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh ( KKR Aceh ) sebagai salah satu upaya alternatif untuk melakukan pengungkapan kebenaran dan juga pemulihan korban dan keluarga korban juga masih mengalami hambatan, baik di level Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat.
Hambatan paling kentara adalah permasalahan anggaran dan juga legitimasi pemerintah terhadap dukungan kepada kerja-kerja KKR Aceh. Masih enggannya Pemerintah Pusat dan Daerah untuk memberikan prioritas kepada KKR Aceh, memang patut disayangkan mengingat peran penting KKR Aceh sebagai upaya pelengkap dan upaya penuntasan di jalur yudisial untuk mengakses keadilan, kebenaran dan juga pencegahan keberulangan kasus secara utuh. Pada tanggal 27 s/d 30 November 2018 lalu KKR Aceh sempat mengadakan “Dengar Kesaksian” korban dugaan Pelnggaran HAM berat di Aceh. Namun, karena masih belum mumpuninya sumber daya, baik kapasitas individu maupun logistik, hearing ini masih tidak bisa menghadirkan seluruh korban dan keluarga korban dugaan Pelanggaran HAM di Aceh.
Berdasarkan permasalahan di atas kami dari ;
- Forum Komunikasi Korban dan Keluarga Korban Tragedi Sp.KKA ( FK3T-SP.KKA )
- Komunitas Korban Pelanggaran HAM Aceh Utara ( K2HAU ) dan
Forum Aneuk Syuhada Daerah I ( FAS ) mendesak;
Pertama, Joko Widodo sebagai Presiden selaku otoritas politik tertinggi di Indonesia perlu untuk segeran melakukan penyelesaian Pelanggaran HAM berat sebagaimana yang telah diatur oleh UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM dan segera memberikan pengakuan atas mekanisme KKR Aceh yang telah disepakati pada MoU Helsinki. Mendorong Kejaksaan Agung untuk segera melakukan penyidikan atas hasil laporan penyeledikan Komnas HAM. Sebagai bentuk realisasi janji pada masa pencalonan Presiden dan komitmen pada forum internasional.
Kedua, Presiden Joko Widodo harus segera memperkuat tugas pokok dan fungsi KKR Aceh agar keadilan bagi masyarakat Aceh bisa diakses lebih obtimal oleh korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat di Aceh khususnya untuk dimensi pemulihan dan pemenuhan hak-hak korban. Selain itu, anggaran untuk kinerja KKR Aceh juga penting untuk dirancang supaya kinerja KKR Aceh dalam mengawal keadilan transisi di Aceh bisa dilaksanakan secara maksimal.
Ketiga, Pemerintah Aceh untuk memberikan dukungan penuh kepada KKR Aceh secara politis dan teknis untuk menunjukkan bahwa Aceh memang peduli terhadap situasi pemenuhan bagi korban dugaan Pelanggaran HAM berat di Aceh. (rel/mp)
Murtala
Koordinator FK3T-SP.KKA
Muhammad Laina
Ka.Humas K2HAU
Mulyadi Idris
Ketua FAS Daerah I