METROPOST.ID- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah resmi mengumumkan
status darurat corona baru. Mereka juga mengatakan bahwa virus corona sudah
mencapai seluruh wilayah China dan melarang perjalanan ke negeri tirai bambu.
Korban meninggal 213 orang, kasus terinfeksi 9,844 per 31
Januari 2020 pukul 14.30. Beruntung, kematian dari kasus terinfeksi virus
corona di luar China belum ada. Pengamat kebijakan publik, Achmad Nur Hidayat
mengingatkan bahwa selain kematian, dampak ekonomi dari virus corona juga tidak
boleh dianggap remeh.
Bagi China, katanya, virus corona akan mengganggu pertumbuhan
ekonomi secara langsung. Sebelum terjadi outbreak virus corona, IMF telah
memprediksi ekonomi China akan tumbuh melambat 5,8 persen di akhir tahun 2020.
“Angka 5,8 persen adalah angka terendah sejak China menerapkan kebijakan
ekonomi Deng Xiaoping 1978.
Sebelumnya, pada tahun 2018 China tumbuh 6,6 persen dan 2019 tumbuh 6,0 persen,” terangnya. Setelah corona merebak, China diprediksi hanya akan tumbuh 4,2 hingga 5,3 persen pada 2020. JP Morgan merevisi pertumbuhan ekonomi China triwulan 1/2002 dari 6,3 persen ke 4,9 persen.
Perlambatan tersebut akan menyebar ke negara mitra dagang China lainnya. Ekspor dan Impor China diprediksi menyusut sebesar 3 sampai 4 persen tahun ini. Hal tersebut artinya bisnis dan rantai pasokan global menyusut menambah pelemahan permintaan dunia yang masih belum pulih dari krisis 2007/2008. Semua itu, sambungnya, akan berdampak langsung kepada ekonomi Indonesia.
Mulai dari penurunan devisa dari sektor pariwisata dan potensi melemahnya investasi infrastruktur dari China. Realisasi investasi china dalam proyek eksisting infrastuktur diduga akan terhambat atau mungkin tertunda. Oleh karena itu, tim ekonomi Indonesia tidak boleh secara sederhana menilai dampak virus corona ini.
Pelemahan ekonomi tersebut perlu diantisipasi dengan memberikan
stimulus-stimulus fiskal dan moneter guna membantu ekonomi dalam negeri.
“Penguatan nilai tukar rupiah di level Rp 13,662 per 31 Januari 2020 sore bukan
pertanda meredanya penyebaran virus corona, namun disebabkan Bank Sentral AS
The Fed menahan suku bunga acuannya. Penguatan nilai rupiah tersebut perlu
diwaspadai karena memberatkan eksportir yang akhirnya dapat menambah beban
pertumbuhan ekonomi.
Akhirnya,kemunculan virus
corona berdampak pada perubahan ekosistem ekonomi dunia harus dinilai serius
dan bijak jangan dianggap sepele oleh tim ekonomi, agar ekonomi tidak mengalami
penyusutan lebih dalam yang akan melahirkan krisis baru di tahun 2020,” tutup
Hidayat. (mp/rmol)